Monday, 1 February 2010
Menghargai Orang Lain
Dikisahkan, di sebuah pesta perpisahan sederhana pengunduran diri seorang direktur. Diadakan sebuah sesi acara penyampaian pesan, kesan, dan kritikan dari anak buah kepada mantan atasannya yang segera memasuki masa pensiun dari perusahaan tersebut.
Karena waktu yang terbatas, kesempatan tersebut dipersilahkan dinyatakan dalam bentuk tulisan.
Diantara pujian dan kesan yang diberikan, dipilih dan dibingkai untuk diabadikan kemudian dibacakan di acara tersebut, yakni sebuah catatan dengan gaya tulisan coretan dari seorang office boy yang telah bekerja cukup lama di perusahaan itu.
Dia menulis semuanya dengan huruf kapital sebagai berikut, "Yang terhormat Pak Direktur. Terima kasih karena Bapak telah mengucapkan kata "tolong", setiap kali Bapak memberi tugas yang sebenarnya adalah tanggung jawab saya. Terima kasih Pak Direktur karena Bapak telah mengucapkan "maaf", saat Bapak menegur, mengingatkan dan berusaha memberitahu setiap kesalahan yang telah diperbuat karena Bapak ingin saya merubahnya menjadi kebaikan. Terima kasih Pak Direktur karena Bapak selalu mengucapkan "terima kasih" kepada saya atas hal-hal kecil yang telah saya kerjakan untuk Bapak.Terima kasih Pak Direktur atas semua penghargaan kepada orang kecil seperti saya sehingga saya bisa tetap bekerja dengan sebaik-baiknya, dengan kepala tegak, tanpa merasa direndahkan dan dikecilkan. Dan sampai kapan pun bapak adalah Pak Direktur buat saya. Terima kasih seka li lagi. Semoga Tuhan meridhoi jalan dimanapun Pak Direktur berada. Amin."
Setelah sejenak keheningan menyelimuti ruangan itu, serentak tepuk tangan menggema memenuhi ruangan. Diam-diam Pak Direktur mengusap genangan airmata disudut mata tuanya, terharu mendengar ungkapan hati seorang office boy yang selama ini dengan setia melayani kebutuhan seluruh isi kantor. Pak Direktur tidak pernah menyangka sama sekali bahwa sikap dan ucapan yang selama ini dilakukan, yang menurutnya begitu sederhana dan biasa-biasa saja,ternyata mampu memberi arti bagi orang kecil seperti si office boy tersebut.
Terpilihnya tulisan itu untuk diabadikan, karena seluruh isi kantor itu setuju dan sepakat bahwa keteladanan dan kepemimpinan Pak Direktur akan mereka teruskan sebagai budaya di perusahaan itu.
Pembaca Yang Budiman,Tiga kata "terimakasih, maaf, dan tolong" adalah kalimat pendek yang sangat sederhana tetapi mempunyai dampak yang positif. Namun mengapa kata-kata itu kadang sangat sulit kita ucapkan? Sebenarnya secara tidak langsung telah menunjukkan keberadaban dan kebesaran jiwa sosok manusia yang mengucapkannya. Apalagi diucapkan oleh seorang pemimpin kepada bawahannya.Pemimpin bukan sekedar memerintah dan mengawasi, tetapi lebih pada sikap keteladanan lewat cara berpikir, ucapan, dan tindakan yang mampu membimbing, membina, dan mengembangkan yang dipimpinnya sehingga tercipta sinergi dalam mencapai tujuan bersama.Tentu bagi siapapun kita perlu membiasakan mengucapkan kata-kata pendek seperti terima kasih, maaf, dan tolong dimana pun, kapan pun, dan dengan siapa pun kita berhubungan. Dengan mampu menghargai orang lain minimal kita telah menghargai diri kita sendiri.
Karena waktu yang terbatas, kesempatan tersebut dipersilahkan dinyatakan dalam bentuk tulisan.
Diantara pujian dan kesan yang diberikan, dipilih dan dibingkai untuk diabadikan kemudian dibacakan di acara tersebut, yakni sebuah catatan dengan gaya tulisan coretan dari seorang office boy yang telah bekerja cukup lama di perusahaan itu.
Dia menulis semuanya dengan huruf kapital sebagai berikut, "Yang terhormat Pak Direktur. Terima kasih karena Bapak telah mengucapkan kata "tolong", setiap kali Bapak memberi tugas yang sebenarnya adalah tanggung jawab saya. Terima kasih Pak Direktur karena Bapak telah mengucapkan "maaf", saat Bapak menegur, mengingatkan dan berusaha memberitahu setiap kesalahan yang telah diperbuat karena Bapak ingin saya merubahnya menjadi kebaikan. Terima kasih Pak Direktur karena Bapak selalu mengucapkan "terima kasih" kepada saya atas hal-hal kecil yang telah saya kerjakan untuk Bapak.Terima kasih Pak Direktur atas semua penghargaan kepada orang kecil seperti saya sehingga saya bisa tetap bekerja dengan sebaik-baiknya, dengan kepala tegak, tanpa merasa direndahkan dan dikecilkan. Dan sampai kapan pun bapak adalah Pak Direktur buat saya. Terima kasih seka li lagi. Semoga Tuhan meridhoi jalan dimanapun Pak Direktur berada. Amin."
Setelah sejenak keheningan menyelimuti ruangan itu, serentak tepuk tangan menggema memenuhi ruangan. Diam-diam Pak Direktur mengusap genangan airmata disudut mata tuanya, terharu mendengar ungkapan hati seorang office boy yang selama ini dengan setia melayani kebutuhan seluruh isi kantor. Pak Direktur tidak pernah menyangka sama sekali bahwa sikap dan ucapan yang selama ini dilakukan, yang menurutnya begitu sederhana dan biasa-biasa saja,ternyata mampu memberi arti bagi orang kecil seperti si office boy tersebut.
Terpilihnya tulisan itu untuk diabadikan, karena seluruh isi kantor itu setuju dan sepakat bahwa keteladanan dan kepemimpinan Pak Direktur akan mereka teruskan sebagai budaya di perusahaan itu.
Pembaca Yang Budiman,Tiga kata "terimakasih, maaf, dan tolong" adalah kalimat pendek yang sangat sederhana tetapi mempunyai dampak yang positif. Namun mengapa kata-kata itu kadang sangat sulit kita ucapkan? Sebenarnya secara tidak langsung telah menunjukkan keberadaban dan kebesaran jiwa sosok manusia yang mengucapkannya. Apalagi diucapkan oleh seorang pemimpin kepada bawahannya.Pemimpin bukan sekedar memerintah dan mengawasi, tetapi lebih pada sikap keteladanan lewat cara berpikir, ucapan, dan tindakan yang mampu membimbing, membina, dan mengembangkan yang dipimpinnya sehingga tercipta sinergi dalam mencapai tujuan bersama.Tentu bagi siapapun kita perlu membiasakan mengucapkan kata-kata pendek seperti terima kasih, maaf, dan tolong dimana pun, kapan pun, dan dengan siapa pun kita berhubungan. Dengan mampu menghargai orang lain minimal kita telah menghargai diri kita sendiri.
Jangan Didik Anakmu
Jangan didik anakmu laki-laki
Bahwa kekuatan dan keperkasaan adalah segalanya
Ajari dia untuk mencintai dan menerima dirinya apa adanya
Jangan didik anakmu laki-laki
Untuk mengejar kehormatan dan kekuasaan
Ajari dia untuk mengejar cinta kasih dan kebijaksanaan
Jangan larang anakmu laki-laki jika ia menangis
Dan jangan katakan padanya bahwa laki-laki tak boleh cengeng
Ajari dia untuk mengenali dan menerima perasaannya
Bahwa air mata adalah anugerah Tuhan yang indah
Sehingga ia belajar untuk tidak frustasi oleh emosinya
Dan jika dewasa ia telah belajar untuk hidup dengan seutuhnya
Jangan didik anakmu perempuan
Bagaimana menjadi cantik
Ajari dia untuk mencintai dan menerima dirinya apa adanya
Jangan didik anakmu perempuan
Bagaimana untuk menyenangkan laki-laki
Ajari dia untuk menyenangkan hati Tuhan
Jangan larang anakmu perempuan
Jika ia menikmati melompat, berlari, dan memanjat
Jika ia suka menjelajah dan mengutak-atik benda-benda
Jangan kaupaksa dia untuk duduk manis diam dan tenang
Karena jiwanya yang ingin bebas jadi dirinya sendiri
Dan juga rasa ingin tahunya yang telah Tuhan anugerahkan
Telah kaubonsai dan kaurusak sejak dini
Isilah rumahmu
Dengan cinta, hikmat, dan kebijaksanaan
Bukan dengan harta, keindahan tubuh, gelar, dan kekuasaan
Bagikanlah kepada anakmu laki-laki dan perempuan
Keindahan menikmati mentari pagi
Kehangatan rasa ketika menggenggam pasir
Kemesraan seekor kupu-kupu hinggap di atas bunga
Dan merdunya suara tetes-tetes hujan
Jika kau ingin anakmu rajin beribadah
Gemakan keberadaan Tuhan dalam dirimu
Ia takkan bisa kaupaksa berdoa dan sembahyang
Ketika dia tak dapat menangkap makna ibadah darimu
Jika kau ingin anakmu mencintai pengetahuan
Pancarkan rasa ingin terus belajar
Nasihatmu tak akan bisa membuatnya mau membaca
Ketika dia tak pernah menyaksikan engkau menikmati buku
Jika kau ingin anakmu penuh kasih
Tunjukkan cinta kasihmu kepadanya dan sesama
Kata-kata saja tidak akan mempan membuatnya mengasihi
Jika ia tak pernah merasakan cinta darimu
Untuk anakmu Engkau adalah teladan yang utama
Tak perlu banyak kata, tiada perlu jutaan nasihat
Jika kau ingin anakmu hidup seperti yang kauinginkan
Hiduplah demikian!
Diposkan oleh Rolan Everson Pasaribu di 10:53
Posting Lebih Baru Posting Lama Ha
Bahwa kekuatan dan keperkasaan adalah segalanya
Ajari dia untuk mencintai dan menerima dirinya apa adanya
Jangan didik anakmu laki-laki
Untuk mengejar kehormatan dan kekuasaan
Ajari dia untuk mengejar cinta kasih dan kebijaksanaan
Jangan larang anakmu laki-laki jika ia menangis
Dan jangan katakan padanya bahwa laki-laki tak boleh cengeng
Ajari dia untuk mengenali dan menerima perasaannya
Bahwa air mata adalah anugerah Tuhan yang indah
Sehingga ia belajar untuk tidak frustasi oleh emosinya
Dan jika dewasa ia telah belajar untuk hidup dengan seutuhnya
Jangan didik anakmu perempuan
Bagaimana menjadi cantik
Ajari dia untuk mencintai dan menerima dirinya apa adanya
Jangan didik anakmu perempuan
Bagaimana untuk menyenangkan laki-laki
Ajari dia untuk menyenangkan hati Tuhan
Jangan larang anakmu perempuan
Jika ia menikmati melompat, berlari, dan memanjat
Jika ia suka menjelajah dan mengutak-atik benda-benda
Jangan kaupaksa dia untuk duduk manis diam dan tenang
Karena jiwanya yang ingin bebas jadi dirinya sendiri
Dan juga rasa ingin tahunya yang telah Tuhan anugerahkan
Telah kaubonsai dan kaurusak sejak dini
Isilah rumahmu
Dengan cinta, hikmat, dan kebijaksanaan
Bukan dengan harta, keindahan tubuh, gelar, dan kekuasaan
Bagikanlah kepada anakmu laki-laki dan perempuan
Keindahan menikmati mentari pagi
Kehangatan rasa ketika menggenggam pasir
Kemesraan seekor kupu-kupu hinggap di atas bunga
Dan merdunya suara tetes-tetes hujan
Jika kau ingin anakmu rajin beribadah
Gemakan keberadaan Tuhan dalam dirimu
Ia takkan bisa kaupaksa berdoa dan sembahyang
Ketika dia tak dapat menangkap makna ibadah darimu
Jika kau ingin anakmu mencintai pengetahuan
Pancarkan rasa ingin terus belajar
Nasihatmu tak akan bisa membuatnya mau membaca
Ketika dia tak pernah menyaksikan engkau menikmati buku
Jika kau ingin anakmu penuh kasih
Tunjukkan cinta kasihmu kepadanya dan sesama
Kata-kata saja tidak akan mempan membuatnya mengasihi
Jika ia tak pernah merasakan cinta darimu
Untuk anakmu Engkau adalah teladan yang utama
Tak perlu banyak kata, tiada perlu jutaan nasihat
Jika kau ingin anakmu hidup seperti yang kauinginkan
Hiduplah demikian!
Diposkan oleh Rolan Everson Pasaribu di 10:53
Posting Lebih Baru Posting Lama Ha
Budaya Hang Out pada Anak
ditulis oleh Mita Zoe (Sumber: Inspired Kids Magz )
Pada kalangan dewasa, hang out menjadi media untuk bersosialisasi atau meeting dengan rekan kerja. Menjamurnya tempat-tempat yang nyaman untuk berkumpul bersama rekan dan kolega, seperti restoran, mal dan kafe mendorong kebiasaan ini menjadi sebuah kebutuhan. Kini, budaya ini telah memasuki komunitas kecil karena pengaruh kehidupan sosial yang terbiasa berkumpul di tempat-tempat tertentu layaknya orang dewasa.
Menurut konselor pendidikan dari Universitas Paramadina, Fatchiah Kertamuda MSc, hang out diartikan sebagai aktivitas yang dilakukan bersama teman sebaya maupun keluarga untuk rileksasi ataupun bersenang-senang. Pada dasarnya anak belum mengerti benar arti dari hang out. Di dalam benak anak, hang out diartikan sebatas pergi dan bersenang-senang bersama. Kegiatan belajar bersama atau bermain di rumah teman pun dikategorikan sebagai kegiatan hang out.
Kebutuhan kegiatan hang out pada anak tentu berbeda dengan orang dewasa. Anak belum memiliki konsep kebutuhan layaknya orang dewasa. Mereka hanya mengikuti kebiasaan orang dewasa seperti mengobrol atau bersenda gurau di kafe, mal dan restoran. Namun, sebenarnya pada anak usia tertentu memang membutuhkan kegiatan untuk bersosialisasi. Hang out bisa jadi media untuk memenuhi tugas perkembangan anak. ”Mulai usia 7-8 tahun, anak belajar bergaul dengan teman sebaya, lebih mandiri, membentuk sikap terhadap kelompoknya, serta mengembangkan nurani, moralitas, dan sikap,” kata Fatchiah.
Psikolog perkembangan anak dari UI, Luth Savitri Msi,juga mengungkapkan kebersamaan dengan teman-teman menjadi hal penting bagi anak terutama di usia 9-10 tahun. Pada masa ini, anak ingin mencari tahu lingkungan di luar keluarga dan rumahnya, salah satu caranya hang out bersama teman. ’’Jadi jangan kaget jika terkadang anak terkesan suka membangkang atau memberontak karena pengaruh teman lebih besar dibandingkan orangtua,’’ ujarnya.
Savitri menambahkan, Anak bisa mulai hang out tergantung dari lingkungan sosialnya, sejak kapan orangtua mengizinkan anak bersosialisasi bersama teman-temannya. Akan berbeda antara anak yang dibesarkan di lingkungan yang memiliki izin keluar rumah bersama teman-teman sejak SD, SMP, SMA, atau bahkan kuliah. Jika pada usia SD anak sudah diizinkan, maka budaya ini tentu lekat dan tidak asing dalam dirinya kelak, sehingga seringkali dijadikan kebutuhan oleh anak.
Melalui hang out, lanjut Savitri, anak juga dapat memastikan identitas dirinya, yaitu apakah tergolong populer atau tidak. Untuk masuk ke kelompok tertentu tak jarang anak akan memenuhi persyaratannya yang sering disebut dengan conformity. Alasan anak menyukai hang out, karena adanya perasaan kebersamaan bersama teman-teman. Mereka bisa sharing apapun tanpa takut dihakimi. ”Anak pun beranggapan dirinya sudah mampu menentukan pilihan, sehingga terkadang aturan dirasakan mengganggu. Sedangkan teman tidak memberikan aturan,” paparnya.
Ditambah lagi, anak bisa membuat keputusan untuk dirinya sendiri dan orang lain serta merasa bebas melakukan kegiatan apapun. Umumnya kegiatan hang out yang biasa anak lakukan antara lain, makan dan minum di restoran cepat saji sambil mengobrol atau tukar menukar barang koleksi, menonton di bioskop, belanja, dan main games. ”Hang out dirasa anak sebagai salah satu kebutuhan tahapan perkembangan, yaitu kebutuhan sosialisasi dan autonominya,” kata Savitri.
Pengaruh Teman VS Kekhawatiran Orangtua
Kegiatan berkelompok ini juga sangat mempengaruhi perkembangan sosial anak antara lain keinginan anak menyesuaikan diri dengan tuntutan sosial. Melalui hubungan dengan teman sebaya, anak akan belajar berpikir secara mandiri, mampu mengambil keputusan, serta menerima pandangan dan nilai-nilai selain dari lingkungan keluarga. Untuk diterima dalam lingkungannya, anak akan mempelajari pola perilaku yang diterima kelompoknya.”Melalui kegiatan ini maka akan terjadi transfer nilai baik hal-hal positif hingga yang bersifat negatif, ” kata Fatchiah.
Tak jarang pula hal ini dapat mempengaruhi konsep diri anak. Apabila hang out tidak memberikan makna pada anak maka akan menyebabkan anak tidak nyaman dengan kelompoknya, misalnya minat atau kebiasaan dalam kelompoknya tidak sesuai dengan minatnya. Anak pun merasa ditolak dan tidak merasa diterima dalam kelompoknya. Alhasil, anak kesulitan menyesuaikan diri. ”Seringkali anak takut tidak diakui oleh teman-temannya sehingga akan berusaha mengikuti peraturan dalam kelompoknya meskipun buruk,” tambah Fatchiah.
Fatchiah juga menyayangkan pilihan tempat hang out anak yang belum sesuai dengan tahapan perkembangannya seperti kafe, atau restoran. Penyebabnya, tempat-tempat tersebut umumnya lebih besar dimasuki komunitas orang dewasa dibanding anak-anak. Sehingga anak-anak pun semakin dekat dengan kebiasaan orang dewasa seperti merokok dan sebagainya. Sebab itu, orangtua harus mengamati pilihan tempat hang out anak. Sebaiknya pilih tempat yang memang memiliki unsur edukasi dan sesuai untuk anak-anak, misalnya sanggar kesenian, kebun binatang, arena bermain, dan sebagainya.
Pilihan tempat dan kegiatan hang out yang salah dapat menimbulkan kekhwatiran pada orangtua. Rasa khawatir disebabkan anak akan terpengaruhi hal-hal yang buruk. Akibatnya orangtua membatasi ruang gerak anak dalam bersosialisasi. ”Ketakutan juga dikarenakan orangtua memiliki harapan tersendiri pada anak, jikalau anak tidak mencapai atau sesuai dengan norma keluarga, maka akan menimbulkan kekecewaan,” sebut Fatchiah.
Orangtua perlu menyikapi ketakutan dengan bijaksana. Sebaiknya pahami dulu kebutuhan anak dalam membina hubungan dengan teman-temannya. Caranya dengan memahami kondisi, kebiasaan, dan kegiatan yang dilakukan anak. Hang out bisa mengarah ke hal negatif jika orangtua tidak memantaunya. Coba libatkan diri dalam kegiatan hang out anak bersama teman-temannya. Jikalaupun anak tidak mengizinkan, orangtua bisa pergi dan pulang bersama anak. ”Yang terpenting, orangtua mengkomunikasikan alasan tindakannya. Jadi anak juga tidak merasa terkekang atau dimata-matai,” jelas Savitri.
Fatchiah mengatakan, sebenarnya kekhawatiran orangtua bisa ditekan, karena hang out juga berdampak positif bagi anak. Misalnya, anak belajar setia terhadap kelompok, menyesuaikan diri, bekerjasama, belajar bersaing sehat dan sportif. Banyak kegiatan positif yang bisa dilakukan anak antara lain kegiatan seni. ”Anak akan bergabung dengan komunitas hang out yang umumnya memiliki satu kesamaan atau identik baik itu minat, hobi, pola pikir dan sebagainya,” terangnya.
Menurut Fatchiah, pola hang out menjadi cerminan pribadi serta bisa dijadikan indikator karakter dan kebiasaan anak. Jika anak bergaul dengan teman-teman yang memiliki prestasi, maka bisa dipastikan anak juga memiliki keinginan berprestasi, berperilaku dan konsep diri yang positif. ”Kelompok hang out anak merupakan pilihannya sendiri, orangtua bisa menilai karakter anak secara tak langsung dari kelompok teman-temannya,” ujarnya.
Bahkan kebiasaan hang out anak merupakan cerminan pola asuh orangtua. Ini disebabkan nilai-nilai dalam keluarga akan mengarahkan anak dalam membuat pilihan termasuk memilih komunitas dan kegiatan bergaulnya. Sehingga, jangan lekas salahkan anak jika bergaul dengan lebih banyak teman yang berperilaku negatif. ”Mungkin saja, anak merasa ada kesamaan latar belakang pola asuh keluarganya dan memiliki ’teman’ ,” kata Fatchiah.
Savitri menambahkan, walaupun di masa ini teman memberikan pengaruh yang besar, nilai keluarga akan tetap dipegang anak apabila dikomunikasikan secara tepat. Coba diskusikan tentang baik buruknya suatu aktivitas, misalnya apabila anak mencoba narkoba atau seks bebas. Sehingga akan lebih efektif daripada anak dilarang pacaran atau berteman tanpa pemberian penjelasan.
Ciptakan Hang Out Sehat untuk Anak
Karena kebutuhan untuk berteman memang merupakan bagian dari tahap perkembangannya, maka orangtua bisa melakukan beberapa hal yang membuat kekhawatiran berkurang. Intinya adalah mulai berikan kebebasan yang bertanggung jawab. Hal ini bisa efektif dilakukan apabila komunikasi antara orangtua dan anak berlangsung baik:
1. Kenali anggota-anggota komunitas anak. Jika perlu, bertemanlah dengan orangtua dari mereka.Tanyakan pada anak melalui komunikasi layaknya teman anak.
2. Mengetahui tempat-tempat favorit mereka.
3. Untuk anak yang lebih muda, disarankan untuk menyertai mereka. Akan lebih mudah diterima anak apabila orangtua bergantian menyertai.
4. Berikan aturan main kepada mereka, misalnya kapan saja boleh hang out dan waktu pulang.
5. Yang paling penting ada bangun relasi yang baik dengan anak sejak awal. Hal ini memudahkan orangtua berkomunikasi dan berdiskusi dengan anak, baik tentang harapan dan aturan.
Pada kalangan dewasa, hang out menjadi media untuk bersosialisasi atau meeting dengan rekan kerja. Menjamurnya tempat-tempat yang nyaman untuk berkumpul bersama rekan dan kolega, seperti restoran, mal dan kafe mendorong kebiasaan ini menjadi sebuah kebutuhan. Kini, budaya ini telah memasuki komunitas kecil karena pengaruh kehidupan sosial yang terbiasa berkumpul di tempat-tempat tertentu layaknya orang dewasa.
Menurut konselor pendidikan dari Universitas Paramadina, Fatchiah Kertamuda MSc, hang out diartikan sebagai aktivitas yang dilakukan bersama teman sebaya maupun keluarga untuk rileksasi ataupun bersenang-senang. Pada dasarnya anak belum mengerti benar arti dari hang out. Di dalam benak anak, hang out diartikan sebatas pergi dan bersenang-senang bersama. Kegiatan belajar bersama atau bermain di rumah teman pun dikategorikan sebagai kegiatan hang out.
Kebutuhan kegiatan hang out pada anak tentu berbeda dengan orang dewasa. Anak belum memiliki konsep kebutuhan layaknya orang dewasa. Mereka hanya mengikuti kebiasaan orang dewasa seperti mengobrol atau bersenda gurau di kafe, mal dan restoran. Namun, sebenarnya pada anak usia tertentu memang membutuhkan kegiatan untuk bersosialisasi. Hang out bisa jadi media untuk memenuhi tugas perkembangan anak. ”Mulai usia 7-8 tahun, anak belajar bergaul dengan teman sebaya, lebih mandiri, membentuk sikap terhadap kelompoknya, serta mengembangkan nurani, moralitas, dan sikap,” kata Fatchiah.
Psikolog perkembangan anak dari UI, Luth Savitri Msi,juga mengungkapkan kebersamaan dengan teman-teman menjadi hal penting bagi anak terutama di usia 9-10 tahun. Pada masa ini, anak ingin mencari tahu lingkungan di luar keluarga dan rumahnya, salah satu caranya hang out bersama teman. ’’Jadi jangan kaget jika terkadang anak terkesan suka membangkang atau memberontak karena pengaruh teman lebih besar dibandingkan orangtua,’’ ujarnya.
Savitri menambahkan, Anak bisa mulai hang out tergantung dari lingkungan sosialnya, sejak kapan orangtua mengizinkan anak bersosialisasi bersama teman-temannya. Akan berbeda antara anak yang dibesarkan di lingkungan yang memiliki izin keluar rumah bersama teman-teman sejak SD, SMP, SMA, atau bahkan kuliah. Jika pada usia SD anak sudah diizinkan, maka budaya ini tentu lekat dan tidak asing dalam dirinya kelak, sehingga seringkali dijadikan kebutuhan oleh anak.
Melalui hang out, lanjut Savitri, anak juga dapat memastikan identitas dirinya, yaitu apakah tergolong populer atau tidak. Untuk masuk ke kelompok tertentu tak jarang anak akan memenuhi persyaratannya yang sering disebut dengan conformity. Alasan anak menyukai hang out, karena adanya perasaan kebersamaan bersama teman-teman. Mereka bisa sharing apapun tanpa takut dihakimi. ”Anak pun beranggapan dirinya sudah mampu menentukan pilihan, sehingga terkadang aturan dirasakan mengganggu. Sedangkan teman tidak memberikan aturan,” paparnya.
Ditambah lagi, anak bisa membuat keputusan untuk dirinya sendiri dan orang lain serta merasa bebas melakukan kegiatan apapun. Umumnya kegiatan hang out yang biasa anak lakukan antara lain, makan dan minum di restoran cepat saji sambil mengobrol atau tukar menukar barang koleksi, menonton di bioskop, belanja, dan main games. ”Hang out dirasa anak sebagai salah satu kebutuhan tahapan perkembangan, yaitu kebutuhan sosialisasi dan autonominya,” kata Savitri.
Pengaruh Teman VS Kekhawatiran Orangtua
Kegiatan berkelompok ini juga sangat mempengaruhi perkembangan sosial anak antara lain keinginan anak menyesuaikan diri dengan tuntutan sosial. Melalui hubungan dengan teman sebaya, anak akan belajar berpikir secara mandiri, mampu mengambil keputusan, serta menerima pandangan dan nilai-nilai selain dari lingkungan keluarga. Untuk diterima dalam lingkungannya, anak akan mempelajari pola perilaku yang diterima kelompoknya.”Melalui kegiatan ini maka akan terjadi transfer nilai baik hal-hal positif hingga yang bersifat negatif, ” kata Fatchiah.
Tak jarang pula hal ini dapat mempengaruhi konsep diri anak. Apabila hang out tidak memberikan makna pada anak maka akan menyebabkan anak tidak nyaman dengan kelompoknya, misalnya minat atau kebiasaan dalam kelompoknya tidak sesuai dengan minatnya. Anak pun merasa ditolak dan tidak merasa diterima dalam kelompoknya. Alhasil, anak kesulitan menyesuaikan diri. ”Seringkali anak takut tidak diakui oleh teman-temannya sehingga akan berusaha mengikuti peraturan dalam kelompoknya meskipun buruk,” tambah Fatchiah.
Fatchiah juga menyayangkan pilihan tempat hang out anak yang belum sesuai dengan tahapan perkembangannya seperti kafe, atau restoran. Penyebabnya, tempat-tempat tersebut umumnya lebih besar dimasuki komunitas orang dewasa dibanding anak-anak. Sehingga anak-anak pun semakin dekat dengan kebiasaan orang dewasa seperti merokok dan sebagainya. Sebab itu, orangtua harus mengamati pilihan tempat hang out anak. Sebaiknya pilih tempat yang memang memiliki unsur edukasi dan sesuai untuk anak-anak, misalnya sanggar kesenian, kebun binatang, arena bermain, dan sebagainya.
Pilihan tempat dan kegiatan hang out yang salah dapat menimbulkan kekhwatiran pada orangtua. Rasa khawatir disebabkan anak akan terpengaruhi hal-hal yang buruk. Akibatnya orangtua membatasi ruang gerak anak dalam bersosialisasi. ”Ketakutan juga dikarenakan orangtua memiliki harapan tersendiri pada anak, jikalau anak tidak mencapai atau sesuai dengan norma keluarga, maka akan menimbulkan kekecewaan,” sebut Fatchiah.
Orangtua perlu menyikapi ketakutan dengan bijaksana. Sebaiknya pahami dulu kebutuhan anak dalam membina hubungan dengan teman-temannya. Caranya dengan memahami kondisi, kebiasaan, dan kegiatan yang dilakukan anak. Hang out bisa mengarah ke hal negatif jika orangtua tidak memantaunya. Coba libatkan diri dalam kegiatan hang out anak bersama teman-temannya. Jikalaupun anak tidak mengizinkan, orangtua bisa pergi dan pulang bersama anak. ”Yang terpenting, orangtua mengkomunikasikan alasan tindakannya. Jadi anak juga tidak merasa terkekang atau dimata-matai,” jelas Savitri.
Fatchiah mengatakan, sebenarnya kekhawatiran orangtua bisa ditekan, karena hang out juga berdampak positif bagi anak. Misalnya, anak belajar setia terhadap kelompok, menyesuaikan diri, bekerjasama, belajar bersaing sehat dan sportif. Banyak kegiatan positif yang bisa dilakukan anak antara lain kegiatan seni. ”Anak akan bergabung dengan komunitas hang out yang umumnya memiliki satu kesamaan atau identik baik itu minat, hobi, pola pikir dan sebagainya,” terangnya.
Menurut Fatchiah, pola hang out menjadi cerminan pribadi serta bisa dijadikan indikator karakter dan kebiasaan anak. Jika anak bergaul dengan teman-teman yang memiliki prestasi, maka bisa dipastikan anak juga memiliki keinginan berprestasi, berperilaku dan konsep diri yang positif. ”Kelompok hang out anak merupakan pilihannya sendiri, orangtua bisa menilai karakter anak secara tak langsung dari kelompok teman-temannya,” ujarnya.
Bahkan kebiasaan hang out anak merupakan cerminan pola asuh orangtua. Ini disebabkan nilai-nilai dalam keluarga akan mengarahkan anak dalam membuat pilihan termasuk memilih komunitas dan kegiatan bergaulnya. Sehingga, jangan lekas salahkan anak jika bergaul dengan lebih banyak teman yang berperilaku negatif. ”Mungkin saja, anak merasa ada kesamaan latar belakang pola asuh keluarganya dan memiliki ’teman’ ,” kata Fatchiah.
Savitri menambahkan, walaupun di masa ini teman memberikan pengaruh yang besar, nilai keluarga akan tetap dipegang anak apabila dikomunikasikan secara tepat. Coba diskusikan tentang baik buruknya suatu aktivitas, misalnya apabila anak mencoba narkoba atau seks bebas. Sehingga akan lebih efektif daripada anak dilarang pacaran atau berteman tanpa pemberian penjelasan.
Ciptakan Hang Out Sehat untuk Anak
Karena kebutuhan untuk berteman memang merupakan bagian dari tahap perkembangannya, maka orangtua bisa melakukan beberapa hal yang membuat kekhawatiran berkurang. Intinya adalah mulai berikan kebebasan yang bertanggung jawab. Hal ini bisa efektif dilakukan apabila komunikasi antara orangtua dan anak berlangsung baik:
1. Kenali anggota-anggota komunitas anak. Jika perlu, bertemanlah dengan orangtua dari mereka.Tanyakan pada anak melalui komunikasi layaknya teman anak.
2. Mengetahui tempat-tempat favorit mereka.
3. Untuk anak yang lebih muda, disarankan untuk menyertai mereka. Akan lebih mudah diterima anak apabila orangtua bergantian menyertai.
4. Berikan aturan main kepada mereka, misalnya kapan saja boleh hang out dan waktu pulang.
5. Yang paling penting ada bangun relasi yang baik dengan anak sejak awal. Hal ini memudahkan orangtua berkomunikasi dan berdiskusi dengan anak, baik tentang harapan dan aturan.
Subscribe to:
Posts (Atom)