Tiga puluh tahun lalu ketika masih kuliah satu-satunya perusahaan yang produk dan layanannya saya gunakan adalah Perum Pos dan Giro – yang kini namanya PT. Pos Indonesia (Persero). Layanan tersebut adalah untuk penerimaan wesel dari orang tua setiap bulan, dan surat-menyurat dengan calon ibunya anak-anak hampir setiap hari. Apakah mahasiwa kini mengandalkan PT. Pos untuk wesel dan surat-menyuratnya ?,
kemungkinan besarnya kok tidak. Mereka kini lebih banyak menggunakan jasa bank (untuk pengiriman uang) dan telepon, sms, surel untuk komunikasinya.
Tetapi apakah peran PT. Pos berakhir ?, insyaallah tidak. Mereka berusaha dengan keras untuk bisa survive di business model yang baru. Selain tetap melayani pengiriman surat, mereka antara lain juga menjadi distribution channel bagi dunia perbankan, selain juga terus mengembangkan layanan produk yang menjadi core competency mereka.
Dengan menyediakan layanan sebagai distribution channel perbankan, mereka merubah salah satu pesaing dan ancamannya (perbankan yang menyaingi wesel) menjadi peluang untuk diversifikasi produk dan layanannya.
Dalam dua dasawarsa terakhir dengan akselerasi perkembangan teknologi yang sangat cepat, banyak produk dan layanan lama yang tidak lagi dibutuhkan oleh masyarakat karena adanya produk dan layanan baru yang lebih efektif untuk mencapai maksud yang sama – seperti telpon/sms/email dan jasa perbankan versus surat dan wesel tersebut di atas.
Di Indonesia saat ini koran masih banyak dibaca orang karena belum semua pembacanya merasa comfortable membacanya di internet, tetapi di negara yang sudah lebih dahulu familiar dengan teknologi seperti Amerika – salah satu koran tertua mereka yang berumur 175 tahun yaitu The Times-Picayune – yang terbit di New Orleans terancam tutup karena pemiliknya memutuskan untuk menghentikan edisi kertasnya dan beralih ke online.
Dalam skala lebih kecil, dahulu bisnis wartel sempat marak sebentar dan kemudian juga warnet. Bisnis-bisnis tersebut masih ada saat ini di daerah tertentu tetapi jelas sudah sangat berkurang penggunanya karena akses telepon menjadi mudah dan murah, demikian pula akses internet.
Ancaman pesaing berupa perubahan business model yang baru inilah yang sekarang perlu diwaspadai oleh para pelaku usaha. PT Pos tidak memiliki pesaing sekaliber mereka di bidangnya di Indonesia, tetapi ancaman terbesarnya adalah berubahnya orang dari pengguna jasa wesel dan surat ke pengguna layanan perbankan, telepon, sms dan email.
The Times-Picayune survive ketika bersaing dengan media cetak lain, tetapi gagal bersaing dengan media online yang lebih cepat, lebih murah dan ramah lingkungan (tidak harus mencetaknya di kertas).
Warnet dan wartel pada tutup bukan karena bersaing sesama mereka, tetapi gagal bersaing dengan pasarnya sendiri yang memiliki akses telpon dan internet secara langsung dengan mudah dan murah.
Business model adalah tentang bagaimana, bukan tentang apa. Untuk memenuhi kebutuhan yang sama, bisa didekati melalui banyak cara. Maka cara pendekatan yang paling efektif dan ekonomis yang akan mampu bertahan.
Business model bukan hanya ancaman, tetapi juga merupakan peluang baru bila kita yang menemukannya. Koin emas 22 karat seberat 4.25 gram, kemungkinan besar tidak akan menarik pembeli bila saya jual di pusat-pusat perdagangan emas. Pengunjung pusat-pusat perdagangan emas seperti di Cikini atau Melawai akan lebih suka membeli gelang, kalung, cincin dlsb. yang indah-indah ketimbang membeli koin emas.
Tetapi melalui situs edukasi semacam situs ini, kita bisa menarik pembeli yang tidak kalah dengan pembeli toko-toko emas – tanpa harus menyewa/membeli tempat yang sangat mahal di Cikini atau Melawai.
Saya mengenal dua pedagang mobil, yang satu pedagang mobil kawakan setiap hari berangkat ke showroom-nya di pusat kota – dia sudah beruntung bila bisa menjual 1 mobil hari itu.
Yang satu lagi kerja di rumah – nyaris tanpa modal, kerjanya sibuk nge-browse situs-situs jual beli gratisan dan pasang iklan di sana-sini secara gratis. Dia bisa menjual mobil lebih banyak ketimbang pedagang kawakan yang memiliki showroom-nya sendiri yang mahal tersebut.
Pembeli mobil yang rata-rata masyarakat menengah ke atas di negeri ini, lebih mudah search di internet ketimbang keliling kota mengunjungi showroom demi showroom. Hal yang sama terjadi di pemasaran rumah atau property pada umumnya, berapa banyak perusahaan agen property yang terancam existency-nya – karena kalah efektifitas dan efisiensi dengan situs-situs gratisan yang menawarkan peluang jual-beli property nyaris tanpa batas.
Maka inilah peluang di business model yang baru itu, ketika pemenuhan kebutuhan yang sama bisa didekati dengan cara yang lebih efektif dan efisien – maka yang lebih efektif dan efisien ini yang akan menang.
Langkah untuk menemukan business model yang baru bisa menjadi langkah awal bila Anda ingin terjun ke dunia usaha. Bagaimana caranya ?, amati kebutuhan Anda dan kebutuhan masyarakat Anda kemudian cari jawaban atas pertanyaan ini : “Bagaimana saya bisa memenuhi kebutuhan tersebut secara lebih efektif , lebih efisien, lebih murah, lebih mudah, lebih menyenangkan…dlsb.dlsb.”
Begitu jawaban tersebut Anda temukan, maka inilah business model yang baru yang menjadi peluang Anda !. Insyaallah. Oleh : Muhaimin Iqbal, geraidinar.com 6 Juni 2012
No comments:
Post a Comment