Suatu ketika, Nabi Sulaiman ditawari oleh Allah memilih antara ilmu, harta, dan tahta. Nabi Sulaiman dengan tegas memilih ilmu, dan pilihan tersebut adalah yang terbaik. Dengan pilihan itu juga, Nabi Sulaiman akhirnya mendapatkan harta dan tahta sebagai raja, dengan kehendak Allah. Nabi Sulaiman adalah raja yang sangat kaya dengan wilayah kekuasaan yang luas. Raja-raja lain menaruh hormat kepadanya. Kemampuan khusus yang diberikan oleh Allah untuk berkomunikasi dengan binatang menjadikannya semakin khusus.
“Sulaiman diberi pilihan antara harta, kerajaan, atau ilmu. Maka Sulaiman memilih ilmu. Lalu dengan sebab memilih ilmu (pada akhirnya) ia diberi kerajaan dan harta.” (H.R. Ibnu ‘Asakir dan ad-Dailami).
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. al-Mujadilah [58]: 11).
“Sulaiman diberi pilihan antara harta, kerajaan, atau ilmu. Maka Sulaiman memilih ilmu. Lalu dengan sebab memilih ilmu (pada akhirnya) ia diberi kerajaan dan harta.” (H.R. Ibnu ‘Asakir dan ad-Dailami).
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. al-Mujadilah [58]: 11).
Jika dalam posisi Nabi Sulaiman, bisa jadi pilihan kita tidak demikian. Rentang waktu tujuan hidup yang masuk dalam komponen pertimbangan akan sangat mempengaruhi keputusan seseorang. Orang dengan pertimbangan kebahagiaan jangka pendek dan mereka yang hedonis tentu tidak akan memilih ilmu. Mungkin kita termasuk di dalamnya.
Dalam sejarah Islam, kita juga mendapatkan pelajaran lain dari Imam Ali bin Abi Tholib. Representasi kaum muda yang sangat dekat dengan Nabi Muhammad. Suatu ketika Nabi mengatakan, jika Nabi adalah gudang ilmu, maka Imam Ali adalah kuncinya. Ali sangat brilian dan berani mengambil sikap, dengan keteguhan iman yang tidak terbantahkan.