Analoginya bisa digambarkan dengan segenggam garam dimasukkan ke dalam segelas air. Kemudian segenggam garam yang lain dimasukkan ke dalam danau yang luas dengan rerimbunan pohon besar ditepian. Jika garam dibaca sebagai cobaan, perubahan, dinamika hidup yang harus dijalani dan gelas, danau mewakili hati kita. Rasa yang ditimbulkan dari segelas air dan garam akan terasa lebih asin dari pada air danau yang diberi segenggam garam. Bentuk kongkritnya rasa asin itu adalah cemas berlebihan, depresi atau yang lebih fatal gangguan jiwa (schizophrenia).
Antisipasi kondisi itu harus dilakukan melalui, berlatih dan berlatih
1. Sadarilah bahwa Allah SWT memberikan ujian hanya diberikan kepada ummatnya yang memang mampu menerima ujian tersebut.
2. Amatilah bahwa yang namanya ujian ada batas waktunya. Artinya pada saat mengalami kondisi tidak diinginkan dalam rangka upaya kita mencapai suatu target tertentu, tidak akan berlangsung terus menerus. Disini kita harus mengkondisikan kesabaran dari dalam diri.
3. Dalam setiap kesulitan didalamnya mengandung "kemudahan". minimal jika seseorang tidak berhasil menjalani suatu kesulitan, kedepan dia mempunyai pengalaman bahwa jalan tersebut harus dicarikan alternatif solusi jenis lain. Adapun jika seseorang
menghadapi kesulitan tetapi mampu diatasi, akan memberikan percaya diri pada penanganan kasus-kasus / kesulitan berikutnya.
4. Banyak membaca untuk memperluas wawasan dan belajar dari orang lain dan lingkungan dalam mengatasi masalah.
Pengalaman dan pelatihan ini digambarkan pada analogi diatas dengan memperluas wawasan hati kita seluas danau yang jernih. Tidak hanya bisa mengurangi / mengeliminir rasa "asin" dengan volume air yang lebih besar akan tetapi lebih lanjut bisa menumbuhkan pohon-pohon disekitar danau. Sehingga danaupun bernuansa indah. Jika kita mampu melaksanakan ini dapat meningkatkan daya tahan menghadapi ujian hidup. (arief hr)
No comments:
Post a Comment