Tiada seorangpun yang tiada pernah merasakan ujian.Demikian pula jika seseorang telah menyatakan beriman, maka untuk membuktikan keimanannya ujian akan terus menyertainya.
Ujian yang datang adalah untuk membuktikan keimanan kita kepada Allah. Apakah kita masih berharap kepada Allah dan tetap berpegang teguh kepada agama ataukah kita akan lari dan berpaling dari Allah SWT. Jadi mustahil orang orang yang menyatakan dirinya beriman kepada Allah akan hidup di dunia tanpa adanya ujian yang datang dari Allah SWT
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (QS. al-Ankabut: 2-3)
Perlu diketahui, ujian yang datang tidak semata berwujud kesusahan dan kesakitan, tetapi terkadang hadir dalam bentuk kesenangan dan keuntungan materi (kekayaan), sebagaimana termaktub dalam surat Al-Anbiyah ayat 35. ada pula yang berupa ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan (QS al-Baqarah [2]: 155). Harta dan anak keturunan juga bisa menjadi ujian (QS al-Anfal [8]: 28).
Dan hendaknya kita yakin akan takdir Allah, baik dan buruknya. Karena ini merupakan hal yang penting sekali bagi seseorang yang ditimpa musibah. Ketika dia yakin, insya Allah musibah itu akan terasa ringan bagi kita. Oleh karena itu, kita harus yakin sesungguhnya segala cobaan dan musibah yang menimpa kita tidak lepas dari takdir Allah.
Allah ta’ala berfirman:
Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri. (QS. al-Hadid: 22-23
Adapun tujuan umum diberikannya ujian kepada manusia adalah : 1.Membersihkan dan memilih mana orang mukmin sejati,mana yang munafik; 2.Mengangkat derajat dan menghapuskan dosa; 3.Membentuk menempa kepribadian,sehingga menjadi pembela kebenaran sejati.
Bersyukur (Sabar, Ikhtiar dan Tawakkal)
Pada hakikatnya, guncangan dan ketenangan, kesusahan dan kemudahan, kegagalan dan kesuksesan, semua adalah nikmat yang patut kita syukuri. Karena di sanalah sebenarnya tersimpan banyak hikmah. Lewat dua keadaan yang berlawanan tersebut, akan ada keseimbangan dalam hidup kita. Keadaan tersebut tentu akan memberikan kesempatan kepada kita untuk lebih mengingat dan mendekatkan diri pada Allah, asalkan kita tidak memutuskan untuk berhenti. Itulah makna sabda Rasulullah SAW, ”Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusan adalah kebaikan baginya, dan hal ini tidak diberikan kepada seorangpun kecuali orang mukmin. Jika mendapat kesenangan ia bersyukur dan itu adalah baik baginya, dan jika ditimpa bencana maka ia selalu bersabar dan itu adalah baik baginya.” (Shahih Muslim: 5318).
Kesenangan, kebahagiaan dan kenikmatan mengajarkan kita bagaimana bersyukur dan bergiat dalam beramal dan berbagi sehingga Allah pun menambahkan nikmat-Nya lebih banyak lagi. Sedangkan ujian, cobaan dan kesusahan akan menciptakan kehati-hatian dan memberikan peringatan dini agar tidak larut dalam kemaksiatan.
Musibah bisa melatih kesabaran. Bukankah kita butuh kesabaran dalam segala hal? Kita tidak akan dapat teguh di atas al-haq kecuali dengan bersabar dalam mentaati Allah, kita tidak akan dapat menjauhi kebatilan kecuali dengan cara sabar untuk tidak bermaksiat kepada Allah. Alangkah indahnya kesabaran itu, dan kesabaran adalah bekal yang dapat mengantarkan ke surga yang penuh dengan keabadian
Dalam musibah ada pelajaran tauhid, keimanan dan tawakal. Bukankah kita jadi mengetahui bahwa kita adalah hamba yang lemah dan tidak memiliki daya atau upaya, kecuali hanya dari Allah semata, maka bertawakallah hanya kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, serta kembali kepada-Nya karena Allah Maha Mampu dalam segala hal. Kita hanyalah hamba yang lemah dan dhaif, maka kembalilah kepada yang Maha Perkasa lagi Maha Berkuasa
Musibah mengingatkan kita akan karunia dan nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepada kita, dalam bentuk kesehatan.dimana kita merasakan sehat selama bertahun-tahun, tapi kita lalai akan hal itu, tatkala dengan tiba-tiba nikmat sehat itu hilang kita baru sadar akan nikmatnya sehat. Betulah apa yang dikatakan seseorang:
“Kesehatan bagai mahkota yang ada di atas kepala orang-orang yang sehat, yang tidak dilihat kecuali oleh orang-orang yang sakit”.
Semakin tinggi pohon, maka semakin besar pula angin yang akan menerpanya.Dalam memberikan ujian kepada hamba-NYA, ALLAH selalu mempertimbangkan kadar iman yang ada pada hambanya tersebut.Semakin baik imannya,semakin berat pula ujiannya,sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah Saw.
Dalam Hadistnya Tingkat berat ringannya ujian di sesuaikan dengan kedudukan manusia itu sendiri.Orang yang banyak mendapat ujian itu adalah para nabi,kemudian baru yang lebih dekat derajatnya kepada mereka yang berurutan secara bertingkat.Orang di uji menurut tingkat ketaatannya kepada agama.Jika dia sangat kuat dalam agamanya,maka sangat kuat pula ujian baginya, dan jika lemah dalam agamanya,di uji pula oleh ALLAH sesuai dengan tingkat ketaatan kepada agamanya.Demikian bala dan ujian itu senantiasa di timpahkan kepada seorang hamba sampai ia di biarkan berjalan di muka bumi tanpa dosa apapun”(HR.Tarmizi).
Dan perlu dipahami pula, bahwa Allah tidak pernah menguji seseorang di luar batas kemampuannya. Allah tidak akan menguji orang yang derajat dan kemampuannya rendah dengan ujian yang berat.
Dan sebaliknya, Allah tak akan menguji orang yang derajatnya tinggi dengan ujian yang ringan.
Allah mengatakan, “Allah tidak akan memberikan beban (taklif) kepada seseorang di luar batas kemampuannya.” (TQS. Al Baqarah [2] : 286
Antara Adab ketika ditimpa musibah ialah:
1Percaya bahawa Allah Taala tidak sesekali akan menzalimi diri kita
Jika manusia mahu menerima musibah itu umpama suatu teguran, dia tidak akan cepat melatah seraya berputus asa. Bahkan dia sanggup menerimanya umpama satu cambukan yang membangkitkan semangat bagi memperbaiki diri.AllahSWT tidak sesekali menzalimi hamba-Nya. Ujian itu tujuannya adalah untuk membelai hati supaya lebih sensitif, peka dan waspada atas segala kesilapan yang dilakukan. Allah SWT sayang kepada kita dan mahu kita berada dekat di sisi-Nya ketika lemah dan perlukan pertolongan.
2.meyakini musibah itu menyimpan rahmat yang besar disebaliknya
3. Banyak mengingat nikmat Allah yang sudah dirasakan
Ketika sedih eloklah membaca surat Addhuha yang akan menghapus rasa sedih dan putus asa.nabi SAW pernah merasa sedih karena terputusnya wahyu agak lama.sampai istri abu lahab mencela Rasulullah.maka Allah berfirman:yang bermaksud
“Tuhanmu tidak sesekali meninggalkanmu dan tidak pula membencimu
Mengapa kita berasa Allah meninggalkan dan membenci kita ketika musibah datang??perasaan ini sebenarnya berasal dari hasutan syaitan supaya kita berputus asa dari rahmatNYA.
FirmanNYA lagi dalam surat Addhuha yang bermaksudnya “Dan sesungguhnya akhirat itu lebih baik bagimu dari kehidupan dunia. Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan kurnia-Nya kepadamu lalu kamu menjadi puas.”
Ayat ini seolah-olah memujuk kita supaya tabah dan menganggap kecil segala urusan dunia jika dibandingkan dengan akhirat. Ia juga menyuruh kita untuk yakin dengan janji Allah SWT yang akan menggantikan kesusahan dunia dengan kesenangan akhirat yang abadi.
Kemudian Allah berfirman lagi dalam surah Addhuha bermaksud
“Bukankah Dia mendapatimu sebagai anak yatim, lalu Dia melindungimu. Dia mendapatimu sebagai orang yang kehilangan arah lalu memberi petunjuk bagimu. Dan Dia mendapatimu sebagai orang yang serba kekurangan lalu mencukupimu.”
Hati kita pasti kembali disentuh dengan kalimat yang begitu menghiris perasaan. Betapa Allah SWT amat mengasihani diri yang tidak memiliki apa-apa ini. Jika boleh ditimbang yang manakah lebih banyak musibah atau nikmat yg kita rasakan didunia ini?? Sungguh biadapnya lidah yang pernah berkeluh-kesah dan hati yang tidak mahu bersyukur di atas segala ketentuan-Nya.
4. Segala sesuatu akibat daripada perbuatan tangan yang zalim
Apakah dosa kita sehingga harus menerima musibah ini? Soalan sebegini bukan bermaksud tidak reda dengan ketentuan Allah SWT, tetapi lebih kepada sikap mencari keaiban diri dan mahu bermuhasabah untuk lebih meningkatkan iman dan amal shalih
Manusia memang rentan dalam berbuat kesalahan.terkadang tanpa sadar kita berbuat keliru dalam keputusan sehingga Allah tidak rido.
Sudah pasti setiap sesuatu menyimpan hikmah di sebaliknya. Terpulang kepada diri sendiri bertanya,apakah menerima musibah sebagai suatu peringatan daripada Allah SWT atau langsung membutakan mata dan hati atas kesilapan yang pernah dilakukan?
Tiada manusia yang lepas dari ujian, Bahkan Nabi dan Rasul menerima ujian yang jauh lebih berat dan tidak mampu dipikul oleh manusia biasa. Bukan bermakna ujian itu merendahkan iman seseorang, bahkan ia akan melonjakkannya ke tempat yang paling tinggi.
Berbahagialah orang yang diuji jika mereka reda dan sedikitpun tidak berubah hati kepada Allah Taala. Kita perlu membuktikan kepada Allah SWT bahwa diri ini tidak pernah berubah di dalam mencintai-Nya, biar senang ataupun susah.
oleh : Mira Deswita dari :
http://cahyaiman.wordpress.com/2011/02/23/ujian-iman-seorang-mukmin/
No comments:
Post a Comment