Sebelumnya perlu diketahui apa yang disebut sebagai Asset Konsumtif dan Asset Produktif. Asset Konsumtif adalah asset yang menghabiskan uang (konsumsi). Sebagai contoh misalnya seseorang membeli sepeda motor, kemudian motor digunakan untuk sarana transportasi ke kantor atau ke sekolah. Sedangkan Asset Produktif adalah asset yang mampu "menghasilkan" uang. Contoh yang sama, misalnya seseorang membeli sepeda motor, kemudian motor tersebut digunakan sebagai ojek dimana konsumen membayar jasa transportasi tersebut. Sedangkan Asset Produktif inipun masih harus memenuhi syarat
untuk dapat dikatakan sebagai asset yang benar-benar produktif, yaitu Nilai perolehan dari hasil usaha, bagi hasil, deviden harus lebih besar dari nilai yang dikeluarkan untuk membeli asset tersebut, ditambah dengan memperhitungkan faktor inflasi untuk periode waktu tertentu. Tentunya jika asset tersebut berupa barang, juga memperhitungkan depresiasi (penyusutan). Secara umum Asset Produktif dapat dikatakan sebagai Investasi.
Salah satu jenis Asset Produktif / Investasi adalah Saham / Reksadana Saham
Investasi reksadana saham di Indonesia ada sejarahnya. Saat itu pemerintah mendorong masyarakat untuk berinvestasi di pasar modal. Tujuannya mulia agar pembiayaan perekonomian berasal dari dalam negeri. Sehingga perekonomian Indonesia ditopang dari kekuatan sendiri dan secara tidak langsung mendorong kemajuannya. Kabarnya di negara-negara tetangga, hampir 75% masyarakatnya ‘melek’ investasi di / pasar modal, sedangkan Indonesia mungkin kurang dari 15%.
Nah masalahnya, investasi pasar modal ini harus melalui pembelian saham perusahaan yang harganya tidak murah. Mekanismenya adalah pembelian minimum 1 lot yang terdiri dari 500 lembar saham. Anggap saja satu lembar saham bernilai Rp.3.000,00. Berarti anda harus menyediakan uang minimal 500 x Rp. 3.000,00 = Rp. 1.500.000,00 untuk membeli minimum satu lot saham. Belum ditambah uang administrasi dan management fee untuk pembelian saham yang dibayarkan kepada perusahaan trading.
Pemerintah pun mengatasinya dengan menggalakan bentuk investasi berupa reksadana saham. Yaitu pengelolaan dana yang dilakukan oleh Manajer Investasi (MI), dimana dana tersebut berasal dari berbagai macam investor dan diinvestasikan dalam saham yang dipilih oleh si manajer investasi. Keuntungannya dana yang terkumpul cukup besar karena berasal dari banyak investor. Jadi setiap investor tidak perlu memberikan uang banyak untuk berinvestasi saham, karena ada tambahan dari investor lain. Cukup beli beberapa unit reksadana dimana satu unitnya yang katakanlah harga Rp.3.000,00 dengan tidak ada jumlah minimum pembelian.
Keuntungan lain bagi investor pemula, tidak perlu repot mikir mana saham yang baik dan menguntungkan. Secara otomatis si MI akan mengatur kumpulan (portofolio) saham terbaik dengan membeli saham yang memberikan keuntungan besar tetapi beresiko besar dipadukan dengan saham keuntungan sedang tapi tidak terlalu beresiko. Alhasil portofolio saham kita dapat memberi keuntungan besar tapi beresiko rendah. Selain itu transaksi reksadana belum ada pungutan pajak, jadi relatif masih menguntungkan dibandingkan deposito.
Kelemahannya karena resiko cukup rendah itu, hasilnya juga tidak sebesar saat kita membeli saham tanpa mekanisme reksadana. Ditambah kita tidak dapat menentukan sendiri saham apa yang musti dipilih, karena semua tergantung MI.
Investasi Reksadana Saham ini adalah jenis Investasi Jangka Panjang. Jika dilihat harian, akan membuat investornya kebat-kebit, karena nilainya akan berfluktuasi. Dan naik turunnya saham ini banyak dipengaruhi oleh citra perusahaan saham tersebut di masyarakat luas.
Hasil investasi reksa dana ini ternyata lumayan fantastis. Ilustrasinya adalah sbb: si A menyimpan si reksadana kurang lebih dua tahun. Anggap saja pada saat itu harga satu unit reksadana Rp.3.000,00. Saat ini harga Rp.5.400,00, berarti dalam waktu dua tahun kenaikan 80%, sehingga setahun naik 40%. Sangat jauh dan lebih hebat dibandingkan deposito bunganya cuma 5,5%, atau ORI yang maksimum 9,6% belum dipotong pajak.
Jadi tepat yang dikatakan para analis saham. Bila anda membeli saham, kecuali anda adalah investor yang ahli dalam hal short trading (beli saat harga murah, jual saat harga mahal dalam waktu yang singkat), niatilah untuk simpan sebagai investasi jangka panjang. Jangan perdulikan naik turun saham dalam waktu pendek, karena itu bersifat sementara. Genggam dan berdoalah semoga harganya naik terus
kita juga punya nih jurnal mengenai Saham silahkan dikunjungi dan dibaca , berikut linknya
ReplyDeletehttp://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/6011/1/Dokumen%20Presentasi.pdf